Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kajen Terhadap Pasal 7 KHI Tentang Isbat Nikah Dikaitkan Dengan Penjelasan Pasal 49 Huruf (a) Angka (22) Undang-undang Nomor 3Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama

Navida, Imro'atun (2015) Pandangan Hakim Pengadilan Agama Kajen Terhadap Pasal 7 KHI Tentang Isbat Nikah Dikaitkan Dengan Penjelasan Pasal 49 Huruf (a) Angka (22) Undang-undang Nomor 3Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Undergraduate Thesis thesis, STAIN Pekalongan.

	Text 2011110074 IMRO_ATUN NAVIDA BAB I, V DAN LAMP_1.PDF Download (8MB)
	Text 2011110074 IMRO_ATUN NAVIDA BAB I - V FULL TEXT_1.PDF Restricted to Registered users only Download (14MB)

Abstract

Aturan isbat nikah, dibuat atas dasar adanya perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan Agama dan tidak dicatat oleh PPN yang berwenang. Sehingga perkawinan tersebut tidak memperoleh perlindungan hukum, karena tidak memiliki Buku Nikah. Oleh karena itu, untuk memperoleh Buku Nikah pasangan suami istri yang tidak mencatatkan perkawinannya harus mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agarna. Adapun peraturan rnengenai isbat nikah telah diatur dalam Pasal 7 KHI dan Penjelasan Pasal 49 huruf (a) angka (22) Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nornor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Di dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-undanga No.12 Tahun 2011 disebutkan bahwa KHI tidak termasuk dalam hierarki perundangan• undangan karena masih berbentuk Inpres. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah asas hukum "Lex Superior Derogat legi Inferior" (hukum yang lebih tinggi menyampingkan hukum di bawahnya). Akan tetapi hakim Pengadilan Agama dalam rnengabulkan permohonan isbat nikah menggunakan KHI sebagai dasar hukumnya. Padahal kedudukan KHI berada di bawahnya Undang-undang Peradilan Agama. Pada penelitian ini, penulis akan mengungkap bagaimana pandangan hakirn Pengadilan Agama Kajen terhadap Pasal 7 KHI tentang isbat nikah dikaitkan dengan penjelasan pasal 49 huruf (a) angka (22) Undang-undang Peradilan Agama dan landasan pemikiran hakim Pengadilan Agama Kajen dalam mengabulkan pennohonan isbat nikah yang pernikahannya terjadi sebelum dan setelah berlakunya Undang-undang Perkawinan. J enis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian hukum nonnatif-empiris dengan pendekatan yuridis sosiologis (sociological yurisprudence). Data diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi yang kemudian penulis analisa dengan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengabulkan isbat nikah, hakim Pengadilan Agama Kajen tidak hanya melihat dari peraturan perundang-undangan saja, namun mempertimbangkan pula dari sisi-sisi yang lain dan menggunakan KHI sebagai landasan hukum dalam mengabulkan pennohonan isbat nikah walaupun kedudukannya di bawahUndang-undang. Hal ini disebabkan karena secara singkat KHI dimaksudkan sebagai pengisi kekosongan huk:um substansial bagi orang-orang yang beragama Islam. Adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan hukum Pengadilan Agama Kajen dalam memutus perkara isbat nikah adalah dengan mempertimbangkan kemaslahatan umat, baik yang pernikahannya terjadi sebelum atau setelah berlakunya Undang-undang Perkawinan. Selain itu, bahwa perkawinan para pemohon yang mengajukan isbat nikah benar-benar sudah rnemenuhi syarat dan rukun sesuai agama.

Actions (login required)

View Item