Sasongko, Aji Dwija (2023) Perbandinagan masa jabatan hakim mahkamah konstitusi antara periodisasi dan non periodisasi. Undergraduate Thesis thesis, UIN K.H. Abdurrahman Wahid Pekalongan.
Text
1518026_Bab I Dan Bab V.Pdf.pdf Download (1MB) |
|
Text
1518026_Full Text.Pdf.pdf Restricted to Registered users only Download (2MB) |
Abstract
Regulasi mengenai periode masa jabatan hakim konstitusi yang berlaku sebelumnya adalah 5 (lima) tahun dan bisa dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Persyaratan usia untuk menjadi hakim konstitusi semula adalah 40 (empat puluh) tahun, kemudian dirubah menjadi paling rendah 47(empat puluh tujuh) tahun kemudian paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat pangangkatan. Hakim konstitusi berhenti dengan hormat pada umur 67 (enam puluh tujuh) tahun, yang selanjutnya diubah menjadi 70 (tujuh puluh) tahun Penghapusan masa jabatan hakim dalam perubahan UU MK telah berimplikasi pada hilangnya pembatasan kekuasaan bagi hakim konstitusi. Hal ini tentu berpotensi akan berdampak buruk pada penyelenggaraan kewenangan MK sebagai lembaga peradilan yang independen dan terpengaruh dari pihak manapun. Non periodisasi kontrol dan pengendalian terhadap kekuasaan hakim tidak akan dapat dilakukan dengan baik tanpa adanya periodisasi masa jabatan hakim. penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah penelitian yang memberikan penjelasan sistematis aturan yang mengatur suatu kategori hukum tertentu. Dalam penelitian ini yang dijadikansumber bahan hukum terdiri dari bahan hukum primer dan hukum sekunder, mengikat dan mendasari bahan hukum lainnya. Hasil penelitian ini menyimpulkanbahwa perbandingan masa jabatan hakim mahkamah konstitusi antara periodisasi dan non periodisasi adalah bahwa keduanya memiliki kesamaan terkait dengan jenjang pendidikan calon hakim, tidak hanya itu saja keduanya baik periodisasi ataupun non periodisasi samasama merujuk pada satu undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang masa jabatan hakim yang mengenal periodisasi menjadi non periodisasi jabatan hakim adalah sesuatu yang konstitusional. Pengaturan masa jabatan hakim baik periodisasi maupun non periodisasi menerapkan sistem jangka waktu yang apabila sistem periodisasi selama 1 (satu) periode atau 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali, sedangkan non periodisasi dengan jangka waktu 1 (satu) kali masa jabatan, akan tetapirentang waktunya diperpanjang yang berarti ada kesamaan terkait dengan langkah dalam mengefesiensikan waktu, biaya dalam sistem rekruitmen. Akibat hukum yang terjadi pada periodisasi masa jabatan hakim adalah negatif terhadap kemandirian kekuasaan kehakiman. Selain itu, periodisasi masa jabatan yang ditentukan oleh Presiden, DPR dan MA berpeluang adanya pengaruh politik terhadap hakim konstitusi. Sedangkan dampak dari sistem non periodisasi adalah berimplikasi hilangnya pembatasan kekuasaan bagi hakim konstitusi
Item Type: | Thesis (Undergraduate Thesis) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Supervisor: |
|
||||||||
Uncontrolled Keywords: | Mahkamah konstitusi, yudikatif | ||||||||
Subjects: | 200 RELIGION (AGAMA) > 2X0 ISLAM UMUM > 2X6.2 Politik Islam 300 SOCIAL SCIENCE ( ILMU SOSIAL ) > 340 Law (Ilmu Hukum) > 342 Constitutional and Administrative Law/Hukum Tata Negara |
||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah > Prodi Hukum Tata Negara | ||||||||
Depositing User: | UIN Gus Dur Fasya | ||||||||
Date Deposited: | 25 Nov 2023 06:37 | ||||||||
Last Modified: | 01 Feb 2024 02:20 | ||||||||
URI: | http://etheses.uingusdur.ac.id/id/eprint/4888 |
Actions (login required)
View Item |